Oleh Pater Kons Beo, SVD
Bacaan I Sirakh 27:30 - 28:9
Mazmur Tanggapan Mzm 103:1-2.3-4.9-10.11-12
Bacaan II Roma 14:7-9
Injil Matius 18:21-35
"Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali..."
Mat 18:22
(Non dico tibi usque septies)
KASIH DAN PENGAMPUNAN YANG TAK BERTEPI
ADA rasa hati bergolak tak menentu. Kemarahan lagi tak terkontrol. Sulit terolah. Seseorang telah membuat kita marah, tertekan, tak enak di hati. Tawaran negatif segera hadir sebagai jalan keluar. Itulah: balas dendam.
AMARAH, sakit hati dan rasa tertekan amatlah manusiawi. Toh, kita tetaplah manusia yang punya rasa. Sesama telah bersalah. Ia telah berlaku curang. Tindakannya itu telah merugikan dan menghancurkan harga diri. Kita benar-benar telah jadi sasaran tanpa daya. Namun, apakah reaksi penuh amarah yang terungkap dalam aksi balas dendam mesti jadi pilihan pasti?
Kita lagi tersekap dalam penjara isi hati. Kita memang telah jadi nara pidana perasaan dalam sel tahanan diri kita sendiri. Lalu? Mestikah masa tahanan itu tetap berlangsung tanpa kepastian momentum pembebasan? Kata-kata Putra Sirakh ingatkan, "Dendam kesumat dan amarah sangatlah mengerikan, dan orang berdosalah yang dikuasainya" (Sirakh 27:30). Suara Putra Sirakh masih menyentuh , "Hentikan permusuhan" (Sirakh 28:6)...*"Jangan mendendami sesama manusia"* (Sirakh 28:7). Namun?
Kita memang sudah berjuang untuk hidup rukun, damai dan tenang. Dan memang, kita tak miliki karakter cepat amarah membara. Pun untuk cenderung suka merancang aksi balasan. Namun, dalam dunia penuh gelora, aksi dan trik 'umpan kemarahan dan balas dendam' bisa saja terus mendera. Mari renungkan lagi kata-kata Putra Sirakh di bawah ini.
Baca Juga: SARI FIRMAN, Sabtu 16 September 2023
"Jauhilah pertikaian, maka engkau mengurangkan jumlah dosa, sebab orang yang panas hati mengobar-ngobarkan pertikaian. Orang yang berdosa mengganggu orang-orang yang bersahabat, dan melontarkan permusuhan di antara orang-orang yang hidup dengan damai" (Sirakh 28:8-9).
Di atas segalanya, mari hidup sebagai orang yang dibenarkan, dimenangkan dan diselamatkan oleh Kasih Tuhan. Pengalaman di dalam Kasih Tuhan menjadikan Kasih itu hadir sebagai jatidiri dan karakter dasar hidup kita. Hidup sebagai anak yang dikasihi membawa keyakinan nyata bahwa kita bakal melampaui amarah, dengki dan dendam kesumat.
Sebab itulah mari singkirkan sudah kesalahan saudaramu, sahabatmu, rekan kerjamu, siapapun sesamamu. Mari stopkan sudah aliran rasa tidak suka yang akut dan berlarut terhadap tetanggamu. Iya, kenapa terus saja "kau buang muka terhadap sesamamu?" Semua rasa amarah dan dendam itu hanyalah tetap menguras energi positif. Dendam hanya menghilangkan ekspresi wajah yang semestinya bersinar dan berseri-seri! Kenapa kah mesti terus merawat aura wajah sangar penuh sinis dan marah terhadap 'yang tak disukai?'
Artikel Terkait
Renungan Katolik, Jumat, 01 September 2023 (Pekan Biasa XXI, Beato Ghebre-Michael, St Giles)
Renungan Katolik, Sabtu, 02 September 2023 (Pekan Biasa XXI, Beato Yohanes du Lau, St Brocardus)
Renungan Katolik, Senin, 04 September 2023 (Pekan Biasa XXII, St Candida, St Rosa dr Viterbo)
Renungan Katolik, Selasa, 05 September 2023 (Pesta St Laurensiua Giustiniani, St Theresa dr Kalkuta)
Renungan Katolik, Rabu, 06 September 2023 (Pekan Biasa XXII, Beato Bertrand, Beato Thomas Tsugi)
Renungan Katolik, Kamis, 07 September 2023 (Pekan Biasa XXII, Beato John Duckett, Beato Raph Corby, St Regina)
Renungan Katolik, Rabu, 13 September 2023 (Pekan Biasa XXIII, St Yohanes Krisostomus, St Amatus)
Renungan Katolik, Jumat, 15 September 2023 (St Perawan Maria Berdukacita)
Renungan Katolik, Sabtu 16 September 2023 (Pekan Biasa XXIII, St Kornelius-Paus ke 21, St Siprianus)