Bacaan I Wahyu 15:1-4
Mazmur Tanggapan Mzm 98:1-3ab.7-9
Injil Lukas 21:12-19
"Ikuti orang-orang kudus, karena siapa yang mengikuti orang-orang kudus, mereka akan menjadi orang-orang kudus"
(St Klemens)
TUHAN tak memanggil orang-orang kudus. Tetapi, selalu ada jalan yang Tuhan tunjukan agar orang menjadi kudus. Maka, kita semua 'dipanggil kepada kekudusan.'
Baca Juga: Sekretaris Dewan Pengarah BPIP: Kita Perlu Merawat Agama, Etika dan Moral Bangsa Kita
KEKUDUSAN dalam arti tertentu adalah kesanggupan mulia hati kita untuk memandang segalanya dengan benar. Saat kita memandang Tuhan sebagai Tuhan; saat kita memandang orang lain, sungguh sebagai sesama manusia; pun ketika kita memperlakukan alam semesta sungguh sebagai 'rumah tinggal kita bersama nan asri.'
KEKUDUSAN berciri merangkum segalanya. Itu adalah spirit dasar yang gerakan seseorang untuk menjadi tanda nyata Kasih Tuhan kepada sesama dan dunia. Sebab itulah 'kekudusan' dalam warna yang paling dasar adalah kisah-kisah keseharian kita dengan memakai "bola mata Tuhan."
SEBAB itu, 'kekudusan' tidak boleh dikurung sebagai 'aura sakti dan keramat' untuk memisahkan kita dari sesama. Tetapi, ciri kekudusan itu menyata dalam kekuatan dan kebebasan seorang untuk hadapi dunia dalam semangat Yesus sendiri. Di dalam jalan hidup, kata-kata, tindakan Yesus sendiri.
Baca Juga: Pejuang Hak Pekerja, Simon Ok Hyun-jin, Ditunjuk Jadi Uskup di Korea Setelah
KITA tak boleh 'rasa diri kudus dan benar' di antara siapapun sesama yang telah kita patokan dalam 'alam gelap, durjana, najis, laknat, kafir, tak senonoh, amoral, dan segala stigma suram lainnya. Sebab, kata sang bijak, "tak pantas kita kibarkan bendera kekudusan sendiri dengan memakai tiang-tiang kekurangan dan kelemahan orang lain."
BILA ditilik dari kaca St Thomas Aquino, kekudusan adalah kemerdekaan hati untuk mengakrabi kegelapan dan kaum tak beruntung nasibnya. Tanpa kita terserap di dalamnya. Melainkan, di situ, selalu ada harapan bagi sesama untuk berbalik.
TETAPI juga kekudusan adalah panggilan teduh bagi suara hati kita. Untuk belajar dari orang-orang benar. Yang sungguh unggul dalam citra kesaksian hidup.
BELAJAR dari 'orang-Orang saleh dan benar' tentu menuntut kekuatan hati dan kebesaran jiwa. Sebab di situ, tak sekedar hanya pada 'rasa kagum dan terpesona. Sebab, kita dituntut untuk ikuti contohi hidup mereka. Dan, bukan kah ini adalah jalan terjal yang sulit? Bagaimana pun selama masih bernafas, Kasih Tuhan tetaplah jadi harapan yang pasti.
Verbo Dei Amorem Spiranti
Artikel Terkait
Renungan Katolik, Jumat, 11 November 2022, Aku Laskar Kristus ....
Renungan Katolik, Sabtu, 12 November 2022 (Pekan Biasa XXXII, St Yosafat)
Renungan Katolik, Senin, 14 November 2022 (Pekan Biasa XXXIII, St Laurensius O'Toole)
Renungan Katolik, Selasa, 15 November 2022 (Pekan Biasa XXXIII, St Albertus Magus)
Renungan Katolik Rabu, 16 Nov. 2022 (Pekan XXXIII, St Eucherius dr Lyon, St Getrudis, Beato Gratia Cattaro)
Renungan Katolik Kamis, 17 November 2022 (Pekan Biasa XXXIII, St Elisabet dr Hungaria, St Dionisius Agung)
Renungan Katolik Jumat, 18 November 2022 (Pekan Biasa XXXIII, St Oddo, St Rosa Philippine Duchesne)
Renungan Katolik Sabtu, 19 November 2022 (Pekan Biasa XXXIII, St Nerses, St Rafael Kalinowski)
Renungan Katolik Senin, 21 November 2022 (Pekan Biasa XXXIV, St Perawan Maria Dipersembahkan kepada Allah)
Renungan Katolik Selasa, 22 November 2022 (Pekan Biasa XXXIV, St Sesilia)