• Minggu, 28 Mei 2023

BIBLE CORNER, Minggu Biasa VI-A, 12 Februari 2023: Menggapai Hidup dan Ada Baru di dalam Kristus

- Minggu, 12 Februari 2023 | 07:53 WIB
Pater Kons Beo SVD
Pater Kons Beo SVD

Oleh P. Kons Beo, SVD

Bacalah Injil Matius 5:17-37

Apakah kekristenan itu miliki keistimewaannya? Yang menjadikannya ‘asing, lawan arus, tak biasa, aneh, tak masuk akal, terasa amat sulit, serta segala hal ‘mengganggu kenyataan?’

Namun, tidak kah segala ‘yang aneh-aneh’ itu selalu menarik? Menggetarkan hati kita dan bahkan dunia serta sesama? Tuhan tak membawa hukum baru.

Tak ada satu iota pun dari Hukum Taurat yang dibatalkan Yesus. Tetapi bahwa Hukum Taurat itu mesti ditelisik dalam satu cara pandang baru.

Yesus datang untuk menyempurnakannya. Artinya? Segala yang ditangkap hanya dalam teropong manusiawi mesti disempurnakan dalam kacamata “Allah memandang.”

Segala yang dibakukan dalam Taurat sebagai wadah kualitas relasi manusia dengan Allah dan manusia dengan sesama mesti diberi nafas, spirit atau roh-semangat baru.

Apa yang diajarkan sebagai Kotbah di Bukit kepada para murid, para pendengar, pun kepada dunia zaman ini dapat disebut sebagai ‘pedoman dasar spiritualitas dan moralitas dalam Yesus’ yang sungguh baru, yang menantang serentak menarik.

Dan kerohanian dan moralitas baru itu terungkap secara jelas dalam satu pernyataan penuh wibawa: “TETAPI AKU BERKATA KEPADAMU...”

Ketika cara pandang lama, dahulu, mengisyaratkan “Dahulu difirmankan kepadamu sedemikian, maka Yesus tampil dengan satu cara pandang sebaliknya dan menyempurnakannya...

Gaya atau cara hidup para murid ditandaskan Yesus sendiri untuk menjadi “lebih benar dari hidup keagamaan para ahli Taurat dan orang-orang farisi” (Mat 5:20). Hal ini sama sekali tidak dimaksudkan agar para murid akan bertampilan ‘superior dalam hal keagamaan.’ Yang membuatnya merasa diri lebih ‘suci dan layak’ dari siapapun.

Tidak! Sebab, merasa “lebih benar, layak dan suci” bisa menjadi godaan berat bagi para murid untuk tiba di gelanggang kesombongan religius. Yang hendak ditandaskan Yesus adalah bahwa hidup keagamaan itu sepantasnya dibalut oleh Kasih yang tulus kepada Allah dan kepada sesama.

Tidak semata-mata asal dasar hukum yang mengikat. “Nilai Lebih” penghayatan sosial-religius para murid nampak ketika “kasih dan kebaikan menjadi primat utama dalam kehidupan.

Saat hukum, misalnya, tegaskan “Jangan membunuh” Yesus malah lebih jauh melarang adanya “kemarahan dan penghinaan kepada sesama.”

Halaman:

Editor: Maximus Ali Perajaka

Tags

Artikel Terkait

Terkini

SARI FIRMAN, Minggu 28 Mei t 2023

Minggu, 28 Mei 2023 | 10:46 WIB

SARI FIRMAN, Sabtu, 27 Mei 2023

Sabtu, 27 Mei 2023 | 09:47 WIB

SARI FIRMAN, Jumat 26 Mei t 2023

Jumat, 26 Mei 2023 | 10:19 WIB
X